

Pendahuluan
Setiap tahun , menjelang musim giling pabrik gula
madukismo menggelar upacara perkawinan tebu. Tradisi ini telah berlangsung
selama puluhan tahun sejak PG madukismo berdiri pada tahun 1955 dan diresmikan
presiden sukarno tahun 1958.
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan
upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula
yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para
pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan
yang diadakan setiap tahun menjelang muim giling tersebut menjadi bertambah
meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga
tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh
masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar.
Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja
di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan
tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local
menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah
cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.
Pembahasan
Upacara Cembengan atau Kirap
Temanten Tebu
Pabrik Gula Madukismo
a.
Pengertian
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga
tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh
masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar.
Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja
di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan
tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local
menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah
cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.
b.
Keistimewaan
Berbagai keunikan tampak dalam upacara cembengan
ini. Bukan hanya kesenian tradisional maupun modern yang di gelar, namun ritual
kirab manten tebu itu sendiri menjadi sesuatu yang menarik. Karena ini adalah
upacara pernikahan tebu laki-laki dan perempuan.
c.
Sejarah
Setiap tahun , menjelang musim giling pabrik gula
madukismo menggelar upacara perkawinan tebu. Tradisi ini telah berlangsung
selama puluhan tahun sejak pg madukismi berdiri pada tahun 1955 dan diresmikan
presiden sukarno tahun 1958.
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan
upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula
yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para
pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan
yang diadakan setiap tahun menjelang muim giling tersebut menjadi bertambah
meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga
tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh
masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar.
Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja
di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan
tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local
menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah
cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.
d.
Analisa
Setiap
tahun menjelang musim giling, pabrik gula madukismo selalu mengadakan upacara
yang di sebut dengan cembengan, atau biasa di sebut juga dengan kirab temanten
tebu. Yang di ikuti dengan berbagai macam pertunjukan-pertunjukan untuk
meramaikan upacara tersebut. Diantaranya yaitu :
Ritual pertama yang digelar
merupakan ziarah makam. Diadakan di sejumlah makam pepundhen, di makam
Majapahit, makam Bah Depok dan makam Rogocolo. Ritual sesaji di ketiga makam
tersebut dilakukan dengan penyebaran ancak-ancak buangan berisi tumpeng sewu
dan beragam jenis sesaji lainnya. Pada intinya, upacara sesaji itu merupakan
ucap syukur dan selamatan agar selama masa panen dan giling tebu diberi kelancaran
dan keselamatan.
Ritual berikutnya adalah pergelaran
wayang kulit, yang diselenggarakan di pantai Parangkusumo. Gelar wayang kulit
yang berlangsung semalam suntuk. Keesokan harinya, ritual dilanjutkan dengan
upacara penyembelihan kambing kendit dan selamatan di tobong gamping dan pompa
air Jogonalan. Ini dilakukan sebagai lambang ucap syukur atas berkah pengairan
yang telah menyuburkan berhektar tanaman tebu hingga menghasilkan panen yang
melimpah.
Ucap syukur atas berkah yang
melimpah serta perayaan kebahagiaan itu tak hanya berhenti pada simbolisasi
sesaji. Tapi juga dieja-wantahkan dalam berbagai aksi kemanusiaan seperti donor
darah, khitanan massal, pengobatan gratis secara medis dan pemberian santunan
kepada yatim piatu. Ini dilakukan sebagai wujud nyata dari pemerataan berkah
yang melimpah. Tak ketinggalan pula istighotsah di masjid Babusallam Madukismo,
dan gelar kesenian dengan pentas Band, Campursari, Kroncong dan Kethoprak
Mataram.
Sebagai puncak ritual jelang musim
giling tebu di PG Madukismo , diselenggarakan pesta pernikahan tebu temanten.
Kirab tebu temanten yang melibatkan arak-arakan prajurit mataram serta berbagai
kesenian seperti jatilan dan reog tersebut digelar usai sholat asar. Sebelum di
arak, terlebih dahulu diadakan doa bersama dan selametan di gedung madu
candhya. Temanten tebu yang berupa dua bongkok tebu pilihan berbalut kertas
merah putih, dikirab dengan kereta kuda Kiai Banyu Roto, buatan inggris tahun
1904. Kereta pusaka zaman Sultan HB VII yang bertahta hingga tahun 1920 itu berjalan
anggun bagaikan sedang menghantar dua pengatin bangsawan.
Sebelum
pernikahan berlangsung, pasangan pengantin di arak mengelilingi kompleks pabrik
pg madukismo. Tebu tersebut juga di beri nama menurut jenis kelamin
masing-masing. Penamaan sepasang pengantin tebu ini berbeda setiap tahunnya,
tergantung hari pelaksanaan kirab manten tebu ini dilaksanakan.
Menurut berbagai sumber, pemberian nama tebu dan
menikahkan sepasang tebu mengandung makna bahwa pasangan tersebut akan
membentuk keluarga yang damai dan sejahtera. Makna lebih jauh dari penamaan dan
perkawinan tersebut adalah bentuk kerja sama yang baik antara perusahaan dan
para petani tebu.
Tebu yang di kirab berjumlah Sembilan batang dengan
panjang sekitar empat meter setiap jenis kelamin. Tiap-tiap pasangan diikat
menjadi satu menurut jenisnya. Tebu yang menjadi symbol laki-laki berwarna
hitam, sedangkan yang menjadi symbol perempuan berwarna kuning. Masing-masing
jenis kelamin tebu menurut tata upacara cembengan dan jenis tebu berasal dari
wilayah perkebunan yang berbeda.
Pasangan pengantin tebu ini diarak menggunakan
kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda. Arak-arakan tersebut menempuh rute
sepanjang kurang lebih 1 hingga 3 kilometer. Barisan paling depan biasanya
adalah kelompok marching band dari beberapa sekolah di sekitar pg madukismo,
kelompok kesenian seperti kuda lumping, dan para prajurit kraton Yogyakarta.
Empat sosok punokawan, yaitu semar, petruk, bagong, dan gareng mengapit di sisi
kanan dan kiri kereta yang membawa pengantin tebu. Barisan di belakangnya adala
para petani tebu dan karyawan yang ditunjuk. Sebelum mencapai lokasi
penggilingan, pasangan tebu itu akan dinikahkan di masjid yang berada di
lingkungan pg madukismo.
Setelah para petani menyerahkan pengantin tebu
secara simbolis kepada pihak pabrik, acara dilanjutkan dengan doa bersama untuk
memohon keselamatan. Sepasang manten tebu diletakkan di mesing penggiling.
Pasangan inilah yang akan di giling pertama kali ketika proses penggilingan
tebu dilakukan. Di sebelah mesin berbagai jenis sesajen digelar berjajar.
Sesajen tersebut berupa dua kepala sapi yang dikubur dekat mesin penggiling,
serta tumpeng, ingkung, dan buah-buahan sebanyak 40 buah. Jumlah ini
melambangkan jumlah unit kerja yang ada di pg madukismo.
Selain ritual doa bersama mengarak pengantin tebu,
dalam rangkaian upacara cembengan tersebut juga digelar berbagai jenis
kesenian. Ada pergelaran wayang kulit, festival band, pertunjukan ketoprak,
pentas music dan pasar malam.
e.
Tujuan
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan
upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula
yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para
pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan
yang diadakan setiap tahun menjelang musim giling tersebut menjadi bertambah
meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
f.
Lokasi
Upacara
ini dilakukan di kompleks pabrik gula madukismo yang berada di dusun padokan ,
kelurahan tirtonirmolo, kecamatan kasihan, kabupaten bantul. Desa ini terletak
sekitar 4 km kea rah barat daya dari kota Yogyakarta.
g.
Akses
Para
wisatawan yang hendak menyaksikan prosesi upacara cembengan dapat mengunjungi
pg madukismo. Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan umum maupun
pribadi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Jalur transportasi umum
untuk menuju lokasi upacara cembengan adalah dari stasiun tugu naik bus trans
jogja jurusan 1A, di halte bandara adisucipto pindah jurusan 3B, bus yang
menuju terminal giwangan. Bagi wisatawan yang bertolak dari bandara adisucipto
dapat naik bus jurusan 3B langsung
menuju terminal giwangan. Ongkos bus sekali jalan adalah Rp. 3000,00. Kemudian
dari terminal giwangan menuju lokasi naik bus jurusan parangtritis.
h.
Harga
tiket
Untuk
menyaksikan ritual ini para pengunjung tidak dikenakan biaya apa pun.
i.
Akomodasi
dan fasilitas lainnya.
Rangkaian
upacara tersebut juga menyajikan berbagai hiburan dan kesenian rakyat. Selain
itu, dalam rangkaian upacara ini juga desediakan berbagai makanan dan minuman
tradisional oleh pihak penyelenggara , pergelaran wayang kulit dan pasar
rakyat.
j.
Menurut
Pandangan Islam
Dalam
pandangan islam tradisi semacam itu, jelas tidak di perbolehkan atau di
haramkan, karena , di dalam tradisi tersebut mengandung unsur ke syirikan,
unsur kesyirikan diantaranya adalah , adanya sesajen yang di peruntukkan bagi
leluhur yang sudah tidak ada, dan juga para petani tebu mengadakan selametan
agar kinerja di pabrik madukismo untuk setahun kemudian bagus, dan mendapat
keuntungan yang sudah di rencanakan. Ritual yang di jalankan di pabrik ini
adalah Sepasang
manten tebu diletakkan di mesing penggiling. Pasangan inilah yang akan di
giling pertama kali ketika proses penggilingan tebu dilakukan. Di sebelah mesin
berbagai jenis sesajen digelar berjajar. Sesajen tersebut berupa dua kepala
sapi yang dikubur dekat mesin penggiling, serta tumpeng, ingkung, dan
buah-buahan sebanyak 40 buah. Jumlah ini melambangkan jumlah unit kerja yang
ada di pg madukismo.
Sesajen tujuannya
memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari.
[Dilakukan] untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga
persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa.
Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan,
bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan [dan] hasil/rezeki di dunia akan
mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa.
Masalah ini sangat bertentangan dengan Firman Allah :
”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim."(QS. Yunus [10]:106) dan juga terdapat di dalam surat Ghofir :60.
Masalah ini sangat bertentangan dengan Firman Allah :
”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim."(QS. Yunus [10]:106) dan juga terdapat di dalam surat Ghofir :60.
Jadi, berdasarkan ayat
di atas , sudah jelas bahwa bentuk tradisi yang berupa kirab temanten tebu itu
bisa di sebut dengan bid’ah dan hal tersebut di larang oleh agama, serta tidak
ada tuntunan di agama islam. Karena terdapat unsure kesyirikannya.
LAMPIRAN
CURICULUM
VITAE
Nama : Fera Eka Widayanti
Jenis
Kelamin : Perempuan
Tempat,
Tanggal lahir : Bantul, 16 Februari 1993
Alamat : Bongotan, DK XII
RT 06, Beton, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul 55181
Status : Mahasiswa
No
Telepon : 083867290521
riwayat
pendidikan : SDN I Blunyahan, lulus tahun 2005
MTS Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta,
lulus tahun 2008
MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, lulus
tahun 2011
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pengalaman
organisasi : Karang Taruna,
Remaja Masjid, IPM, SPAT
Daftar
Pustaka
Dari
beberapa sumber yang dapat di percaya , penduduk sekitar pabrik gula madukismo,
dan karyawan pabrik gula madukismo.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar