Pages

Powered By Blogger

Selasa, 06 November 2012

Upacara Cembengan atau Kirap Temanten Tebu Pabrik Gula Madukismo













Pendahuluan
Setiap tahun , menjelang musim giling pabrik gula madukismo menggelar upacara perkawinan tebu. Tradisi ini telah berlangsung selama puluhan tahun sejak PG madukismo berdiri pada tahun 1955 dan diresmikan presiden sukarno tahun 1958.
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan yang diadakan setiap tahun menjelang muim giling tersebut menjadi bertambah meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar. Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.



Pembahasan
Upacara Cembengan atau Kirap Temanten Tebu
Pabrik Gula Madukismo

a.      Pengertian
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar. Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.
b.      Keistimewaan
Berbagai keunikan tampak dalam upacara cembengan ini. Bukan hanya kesenian tradisional maupun modern yang di gelar, namun ritual kirab manten tebu itu sendiri menjadi sesuatu yang menarik. Karena ini adalah upacara pernikahan tebu laki-laki dan perempuan.
c.       Sejarah
Setiap tahun , menjelang musim giling pabrik gula madukismo menggelar upacara perkawinan tebu. Tradisi ini telah berlangsung selama puluhan tahun sejak pg madukismi berdiri pada tahun 1955 dan diresmikan presiden sukarno tahun 1958.
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan yang diadakan setiap tahun menjelang muim giling tersebut menjadi bertambah meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
Tradisi cembengan sebenarnya merupakan tradisi warga tionghoa , cing bing. Cing bing merupakan tradisi ziarah yang dilakukan oleh masyarakat tionghoa ke makam leluhur mereka sebelum melaksanakan karya besar. Tradisi cing bing ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tionghoa yang bekerja di pg madukismo. Perkembangan kemudian bukan warga tionghoa yang melakukan tradisi ini, masyarakat local pun turut andil di dalamnya. Masyarakat local menyebut tradisi ini dengan cing bing-an , yang kemudian popular dengan istilah cembengan, karena kata cing bing-an sulit dilafalkan oleh orang jawa.
d.      Analisa
Setiap tahun menjelang musim giling, pabrik gula madukismo selalu mengadakan upacara yang di sebut dengan cembengan, atau biasa di sebut juga dengan kirab temanten tebu. Yang di ikuti dengan berbagai macam pertunjukan-pertunjukan untuk meramaikan upacara tersebut. Diantaranya yaitu :
Ritual pertama yang digelar merupakan ziarah makam. Diadakan di sejumlah makam pepundhen, di makam Majapahit, makam Bah Depok dan makam Rogocolo. Ritual sesaji di ketiga makam tersebut dilakukan dengan penyebaran ancak-ancak buangan berisi tumpeng sewu dan beragam jenis sesaji lainnya. Pada intinya, upacara sesaji itu merupakan ucap syukur dan selamatan agar selama masa panen dan giling tebu diberi kelancaran dan keselamatan.
Ritual berikutnya adalah pergelaran wayang kulit, yang diselenggarakan di pantai Parangkusumo. Gelar wayang kulit yang berlangsung semalam suntuk. Keesokan harinya, ritual dilanjutkan dengan upacara penyembelihan kambing kendit dan selamatan di tobong gamping dan pompa air Jogonalan. Ini dilakukan sebagai lambang ucap syukur atas berkah pengairan yang telah menyuburkan berhektar tanaman tebu hingga menghasilkan panen yang melimpah.
Ucap syukur atas berkah yang melimpah serta perayaan kebahagiaan itu tak hanya berhenti pada simbolisasi sesaji. Tapi juga dieja-wantahkan dalam berbagai aksi kemanusiaan seperti donor darah, khitanan massal, pengobatan gratis secara medis dan pemberian santunan kepada yatim piatu. Ini dilakukan sebagai wujud nyata dari pemerataan berkah yang melimpah. Tak ketinggalan pula istighotsah di masjid Babusallam Madukismo, dan gelar kesenian dengan pentas Band, Campursari, Kroncong dan Kethoprak Mataram.
Sebagai puncak ritual jelang musim giling tebu di PG Madukismo , diselenggarakan pesta pernikahan tebu temanten. Kirab tebu temanten yang melibatkan arak-arakan prajurit mataram serta berbagai kesenian seperti jatilan dan reog tersebut digelar usai sholat asar. Sebelum di arak, terlebih dahulu diadakan doa bersama dan selametan di gedung madu candhya. Temanten tebu yang berupa dua bongkok tebu pilihan berbalut kertas merah putih, dikirab dengan kereta kuda Kiai Banyu Roto, buatan inggris tahun 1904. Kereta pusaka zaman Sultan HB VII yang bertahta hingga tahun 1920 itu berjalan anggun bagaikan sedang menghantar dua pengatin bangsawan.
Sebelum pernikahan berlangsung, pasangan pengantin di arak mengelilingi kompleks pabrik pg madukismo. Tebu tersebut juga di beri nama menurut jenis kelamin masing-masing. Penamaan sepasang pengantin tebu ini berbeda setiap tahunnya, tergantung hari pelaksanaan kirab manten tebu ini dilaksanakan.
Menurut berbagai sumber, pemberian nama tebu dan menikahkan sepasang tebu mengandung makna bahwa pasangan tersebut akan membentuk keluarga yang damai dan sejahtera. Makna lebih jauh dari penamaan dan perkawinan tersebut adalah bentuk kerja sama yang baik antara perusahaan dan para petani tebu.
Tebu yang di kirab berjumlah Sembilan batang dengan panjang sekitar empat meter setiap jenis kelamin. Tiap-tiap pasangan diikat menjadi satu menurut jenisnya. Tebu yang menjadi symbol laki-laki berwarna hitam, sedangkan yang menjadi symbol perempuan berwarna kuning. Masing-masing jenis kelamin tebu menurut tata upacara cembengan dan jenis tebu berasal dari wilayah perkebunan yang berbeda.
Pasangan pengantin tebu ini diarak menggunakan kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda. Arak-arakan tersebut menempuh rute sepanjang kurang lebih 1 hingga 3 kilometer. Barisan paling depan biasanya adalah kelompok marching band dari beberapa sekolah di sekitar pg madukismo, kelompok kesenian seperti kuda lumping, dan para prajurit kraton Yogyakarta. Empat sosok punokawan, yaitu semar, petruk, bagong, dan gareng mengapit di sisi kanan dan kiri kereta yang membawa pengantin tebu. Barisan di belakangnya adala para petani tebu dan karyawan yang ditunjuk. Sebelum mencapai lokasi penggilingan, pasangan tebu itu akan dinikahkan di masjid yang berada di lingkungan pg madukismo.
Setelah para petani menyerahkan pengantin tebu secara simbolis kepada pihak pabrik, acara dilanjutkan dengan doa bersama untuk memohon keselamatan. Sepasang manten tebu diletakkan di mesing penggiling. Pasangan inilah yang akan di giling pertama kali ketika proses penggilingan tebu dilakukan. Di sebelah mesin berbagai jenis sesajen digelar berjajar. Sesajen tersebut berupa dua kepala sapi yang dikubur dekat mesin penggiling, serta tumpeng, ingkung, dan buah-buahan sebanyak 40 buah. Jumlah ini melambangkan jumlah unit kerja yang ada di pg madukismo.
Selain ritual doa bersama mengarak pengantin tebu, dalam rangkaian upacara cembengan tersebut juga digelar berbagai jenis kesenian. Ada pergelaran wayang kulit, festival band, pertunjukan ketoprak, pentas music dan pasar malam.
e.       Tujuan
Upacara kirab manten tebu atau yang dikenal dengan upacara cembengan merupakan ritual untuk meminta keselamatan dan hasil gula yang baik. Perkembangan selanjutnya, upacara ini bukan sekedar ritual para pekerja dan petani tebu, namun telah menjadi pesta rakyat. Upacara cembengan yang diadakan setiap tahun menjelang musim giling tersebut menjadi bertambah meriah dengan berbagai pergelaran kesenian dan pasar rakyat.
f.       Lokasi
Upacara ini dilakukan di kompleks pabrik gula madukismo yang berada di dusun padokan , kelurahan tirtonirmolo, kecamatan kasihan, kabupaten bantul. Desa ini terletak sekitar 4 km kea rah barat daya dari kota Yogyakarta.
g.      Akses
Para wisatawan yang hendak menyaksikan prosesi upacara cembengan dapat mengunjungi pg madukismo. Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan umum maupun pribadi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Jalur transportasi umum untuk menuju lokasi upacara cembengan adalah dari stasiun tugu naik bus trans jogja jurusan 1A, di halte bandara adisucipto pindah jurusan 3B, bus yang menuju terminal giwangan. Bagi wisatawan yang bertolak dari bandara adisucipto dapat naik bus  jurusan 3B langsung menuju terminal giwangan. Ongkos bus sekali jalan adalah Rp. 3000,00. Kemudian dari terminal giwangan menuju lokasi naik bus jurusan parangtritis.
h.      Harga tiket
Untuk menyaksikan ritual ini para pengunjung tidak dikenakan biaya apa pun.
i.        Akomodasi dan fasilitas lainnya.
Rangkaian upacara tersebut juga menyajikan berbagai hiburan dan kesenian rakyat. Selain itu, dalam rangkaian upacara ini juga desediakan berbagai makanan dan minuman tradisional oleh pihak penyelenggara , pergelaran wayang kulit dan pasar rakyat.
j.        Menurut Pandangan Islam
Dalam pandangan islam tradisi semacam itu, jelas tidak di perbolehkan atau di haramkan, karena , di dalam tradisi tersebut mengandung unsur ke syirikan, unsur kesyirikan diantaranya adalah , adanya sesajen yang di peruntukkan bagi leluhur yang sudah tidak ada, dan juga para petani tebu mengadakan selametan agar kinerja di pabrik madukismo untuk setahun kemudian bagus, dan mendapat keuntungan yang sudah di rencanakan. Ritual yang di jalankan di pabrik ini adalah Sepasang manten tebu diletakkan di mesing penggiling. Pasangan inilah yang akan di giling pertama kali ketika proses penggilingan tebu dilakukan. Di sebelah mesin berbagai jenis sesajen digelar berjajar. Sesajen tersebut berupa dua kepala sapi yang dikubur dekat mesin penggiling, serta tumpeng, ingkung, dan buah-buahan sebanyak 40 buah. Jumlah ini melambangkan jumlah unit kerja yang ada di pg madukismo.
Sesajen tujuannya memberi makan leluhur pada waktu hari tertentu atau dilakukan pada setiap hari. [Dilakukan] untuk memberikan keselamatan kepada yang masih hidup, juga persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan sinar suci kepada para Dewa. Karena pemujaan tersebut dianggap mempengaruhi serta mengatur gerak kehidupan, bagi mereka yang masih menginginkan kehidupan [dan] hasil/rezeki di dunia akan mengadakan pemujaan dan persembahan ke hadapan para Dewa.
Masalah ini sangat bertentangan dengan Firman Allah :
”Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim."(QS. Yunus [10]:106) dan juga terdapat di dalam surat Ghofir :60.
Jadi, berdasarkan ayat di atas , sudah jelas bahwa bentuk tradisi yang berupa kirab temanten tebu itu bisa di sebut dengan bid’ah dan hal tersebut di larang oleh agama, serta tidak ada tuntunan di agama islam. Karena terdapat unsure kesyirikannya.



LAMPIRAN

CURICULUM VITAE
Nama                                       : Fera Eka Widayanti
Jenis Kelamin                          : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir             : Bantul, 16 Februari 1993
Alamat                                    : Bongotan, DK XII  RT 06, Beton, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul                            55181
Status                                      : Mahasiswa
No Telepon                             : 083867290521
e-mail                                      : phera.echa@yahoo.com
riwayat pendidikan                 : SDN I Blunyahan, lulus tahun 2005
                                                  MTS Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, lulus tahun 2008
                                                  MA Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, lulus tahun 2011
                                                  Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pengalaman organisasi            : Karang Taruna, Remaja Masjid, IPM, SPAT








          
Daftar Pustaka

Dari beberapa sumber yang dapat di percaya , penduduk sekitar pabrik gula madukismo, dan karyawan pabrik gula madukismo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar